Laman

Senin, 15 Maret 2010

makalah mutasyabihat

MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT


A. PENDAHULUAN

Pemikiran tentang ayat-ayat yang muhkan dan yang mutasyabihat dalam al-Qur’an masih sering diperdebatkan oleh para pakar baik dari kalangan sarjana Islam maupun sarjana Barat, khususnya mereka yang mempunyai perhatian serius terhadap ilmu-ilmu al-Qur’an (ulumul Qur’an). Term muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an sering kita temukan. Kalau kita mengamati secara sepintas terhadap beberapa term tersebut dan berusaha untuk memahami maknanya, maka seolah-olah antara ayat yang satu dengan yang lainnya saling kontradiktif.

Dalam surat al-Hud (11: 1) menyatakan bahwa semua ayat dalam al-Qur’an adalah muhkam, dalam surat Az-Zumar (39: 23) menyatakan semua ayat dalam al-Qur’an adalah mutasyabih. Sedangkan dalam surat Ali Imron (3:7) menyatakan bahwa ayat-ayat dalam al-Qur’an adalah muhkam dan sebagian yang lain adalah mutasyabih.

Dari ketiga ayat tersebut, maka yang menjadi pokok pembahasan dalam kajian ini adalah ayat yang disebutkan terakhir, yaitu ayat-ayat al-Qur’an itu ada yang muhkam dan ada yang mutasyabih.

Dari uraina di atas, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:

1. Pengertian muhkam dan mutasyabih

2. Sebab-sebab terjadinya tasyabbuh di dalam al-Qur’an

3. Dalil adanya ayat muhkam dan mutasyabih

4. Pendapat ulama tentang ayat-ayat mutasyabihah

5. Hikmah adanya ayat muhkam dan mutasyabih



PEMBAHASAN

1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Muhkam adalah ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun melalui takwil sedangkan Mutasyabih adalah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya, baik secara nyata maupun melalui takwil, seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal dan lain-lain.[1]

Muhkam adalah ayat-ayat yang mengandung pengertian yang jelas, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang masih memerlukan pemikiran dan pengkajian lebih lanjut.

Muhkam adalah setiap ayat yang dapat diketahui baik dengan dalil yang jelas maupun samar, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang tidak mungkin diketahui, misalnya waktu datangnya hari kiamat. [2]



2. Sebab-sebab Tasyabuh di dalam al-Qur’an

Disebabkan tersembunyinya apa yang dimaksud oleh syar’I (Allah SWT) dalam kalimah ayat tersebut.

a. Kadang-kadang ia terdapat dalam lafal atau kata





“Lalu dihadapinya berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya” (surat Shaffat: 93).

Kata alyamiin mengandung 3 pengertian, yaitu:

1. Menggunakan tangan kanan, tidak tangan kiri

2. Memukul dengan keras, karena yang kanan ialah yang terkuat dari kedua anggota badan

3. Berarti sumpah

b. Kadang-kadang ia kembali kepada pengertian atau makna, seperti apa yang dikhususkan Allah dengan-Nya terhadap diri-Nya disebabkan ilmu-Nya. Contoh: huru-hara hari kiamat, tanda-tanda kiamat besar. Atau Assa’ah, Syurga dan Neraka antara lain: (QS. Al-Qiyamah: 6-13).[3]



3. Dalil Adanya Muhkam dan Mutasyabih

Dalam al-Qur’an surat Ali-Imron ayat 7 menyatakan adanya ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih:



















“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (al-Qur’an) kepada kamu, diantara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat. Itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

Dari ayat di atas secara eksplisit menyebutkan bahwa ayat al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua bagian. (1) Ayat Muhkamat, yang merupakan pokok-pokok isi al-Qur’an dan menjadi landasannya serta menjadi bagian terbesar darinya. (2) Ayat Mutasyabihat. Baik ayat yang muhkamat maupun mutasyabihat, keduanya saling berhadap-hadapan. Artinya bahwa ayat yang muhkam sebagai imbangan terhadap ayat yang mutasyabih. Hal ini sebagaimana kebenaran berhadapan dengan kebatilan, orang-orang yang berilmu berhadapan dengan orang-orang yang di dalam hatinyat terdapat kecenderungan sesat.[4]



4. Pendapat Ulama tentang Ayat Mutasyabihah

Telah dikemukakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat itu berbagai macam sebab dan bentuknya. Dalam bagian ini, pembahasan khusus tentang ayat-ayat mutasyabihat yang menyangkut sifat-sifat tuhan yang dalam istilah As-Suyuti “ayat al-ShifatP dan dalam istilah Shubhi “Al-Shifat”. Ayat-ayat yang termasuk dalam kategori ini banyak yang diantaranya adalah:



¨ Ar-Rahman bersemayam di atas ‘arsy.



¨ Dan datanglah Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris.



¨ Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya. \



¨ Dan supaya kamu diasuh di atas mata-Ku.



Dalam ayat-ayat ini terdapat kata-kata “bersemayam”, “datang”, “di atas”, “sisi”, “wajah”, “mata”, “tangan” dan “diri” yang dibanggakan atau dijadikan sifat bagi Allah.[5] Pendapat para ulama tentang ayat-ayat mutasyabihat di atas adalah:

a. Menurut madzhab salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri.

b. Menurut madzhab khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang lain dengan dzat Allah. Mereka itu disebut pula madzhab takwil. Dari ayat-ayat mutasyabihat di atas dapat ditakwil, contohnya:

¨ Istiwa’ diartikan dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam semesta ini tanpa merasa kepayahan.

¨ Kedatangan Allah diartikan kedatangan perintahNya.

¨ Allah berada di atas hambaNya diartikan dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat tertentu.

¨ Sisi diartikan hak Allah

¨ Wajah diartikan dzat Allah

¨ Mata diartikan pengawasan

¨ Tangan diartikan kekuasaan[6]



5. Hikmah Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

Terlepas dari kontroversi tentang ada atau tidaknya muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an ini, tetapi bagi yang mengakuinya, dapat ditemukan beberapa hikmah sebagai berikut:

a. Jika seluruh ayat al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka sirnalah ujian keimanan dan amal perbuatan lantaran pengertian ayat-ayat yang jelas dan sebaliknya. Orang yang tidak tahan uji terhadap cobaan maka mereka akan ingkar terhadap ayat-ayat mutasyabihat.

b. al-Qur’an yang berisi muhkam dan mutasyabih memberi motivasi kepada umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga mereka terhindar dari taqlid.

c. Adanya ayat muhkam memudahkan manusia mengetahui maksud ayat tersebut dan menghayati untuk diamalkan dalam kehidupan. Di sisi lain, adanya mutasyabihat memotivasi manusia untuk senantiasa menggunakan dalil akal di samping dalil naqal.

d. Adanya muhkam dan mutasyabih sebagai bukti kejelasan al-Qur’an yang memiliki mutu tinggi nilai sasteranya, agar manusia meyakini bahwa itu bukan produk Muhammad, tetapi produk Allah, agar mereka melaksanakan isinya.[7]

Allah SWT sengaja menjadikan al-Qur’an yang muhkam dan mutasyabihah sebagai ajang uji coba atas keimanan hamba-hambaNya. Orang yang benar keimanannnya sadar bahwa al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah SWT dan segala yang datang dari Allah adalah haq dan tidak tercampur dengan kebatilah/hal yang bertentangan.





“Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana Lagi Maha Terpuji (QS. 42:42)[8]



B. KESIMPULAN

1. Muhkam adalah ayat yang diketahui maksudnya baik secara nyata mupun melalui takwil. Sedangkan Mutasyabihat adalah ayay yang hanya Allah saja yang mengetahui maksudnya baik secara nyata maupun melalui takwil seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal dan sebagainya.

2. Sebab-sebab tasyabuh di dalam al-Qur’an adalah:

a. Kadang-kadang ia terdapat pada lafadz dan kata

b. Kadang-kadang ia kembali kepada pengertian atau makna

3. Dalam penjelasan surat Ali Imron ayat 7 secara eksplisit menyebutkan bahwa ayat-ayat di dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua yaitu ayat muhkamat dan ayat mutasyabih yang kedua-duanya saling berhadap-hadapan/berimbang.

4. Pendapat ulama tentang adanya ayat muhkam dan mutasyibah antara lain:

¨ Menurut madzhab ulama salaf adalah orang-orang yang mempercayai dan meyakini serta menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri.

¨ Menurut madzhab khalaf yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang lain dengan dzat allah dan mereka pula disebut madzhab takwil.

5. Hikmah adanya ayat muhkam dan mutasyabihat adalah sebagai ajang uji coba oleh Allah atas keimanan dan ketaqwaan para hamba-hambanNya.




C. PENUTUP

Demikianlah makalah ini yang bisa kami sampaikan dan sajikan. Segala kritik dan saran kami tunggu untuk melengkapi segala kekuranga. Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca maupun para pendengar mampu memahami, mengkaji dengan seksama, sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi khasanah dan menjadikan motivasi dalam membuat makalah yang lebih sempurna.





DAFTAR PUSTAKA



Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang, Dina Utama, 1989.



Ichwan, Mohammad Nor, Memahami Bahasa al-Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.



Al-Qaththan, Manna, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta, Pustaka Litera Antar Nusa, 1973.



Mansyur, Kahar, H. Drs, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Jakarta, Renika Cipta, 1992.



Syadali, Ahmad, H.Drs, Rofi’I, Ahmad H. Drs. Ulumul Qur’an I, Bandung, Pustaka Setia, 2006.



Supiana, M.Ag. Karman, Muhammad, M.Ag. Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung, Pustaka Islamika, 2002.

[1] Drs. H. Ahmad Syadali, M.A.-Drs. H. Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an I, Bandung, Pustaka Setia, 2006, hlm. 202.

[2] Muhammad Nor Ichwan, Memahami Bahasa Al-Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 254.

[3] Drs. H. Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hlm. 125-126.



[4] Op.cit, hlm. 257.



[5]Manna’ Kholil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta, Pustaka Litera Antar Nusa, 1973, hlm. 305.

[6] Op.cit, hlm. 217.

[7] Supiana, M.Ag. M. Karman, M.Ag, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung, Pustaka Islamika, 2002, hlm. 194-195.

[8] Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang, Dina Utama, 1989, hlm. 60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar